Dark/Light Mode

Tanah Adat Papua Diserobot Pengusaha

Warga Sulit Cari Keadilan

Jumat, 7 Juni 2024 07:15 WIB
Anggota Komisi X DPR Robert J Kardinal. (Foto: Istimewa)
Anggota Komisi X DPR Robert J Kardinal. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Anggota Komisi X DPR Robert J Kardinal menyesalkan masih sulitnya bagi masyarakat Papua mencari keadilan atas tanahnya. Walhasil, tak sedikit warga Papua terpaksa harus ke Jakarta hanya untuk menjemput keadilan.

Robert mengatakan, masya­rakat adat di Boven Digoel dan Kabupaten Sorong bersusah payah sampai ke Jakarta hanya untuk mencari keadilan.

“Berapa ribu kilometer yang harus mereka tempuh untuk men­jemput keadilan,” kata dia me­nyikapi aksi demonstrasi puluhan masyarakat adat Papua, suku Awyu di Boven Digoel dan suku Moi di gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta Pusat, pekan lalu.

Baca juga : Harga Beras Biasanya Naik Jelang Idul Adha

Lewat aksi damai di depan kan­tor para wakil Tuhan ini, mereka berharap MA menjatuhkan putusan hukum yang dapat melindungi hu­tan adat mereka. Masyarakat adat ini tengah terlibat gugatan lantaran tanah adat mereka diserobot sejum­lah perusahaan sawit asal Jakarta. Gugatan kedua suku ini kini telah sampai tahap kasasi di MA.

Khusus Suku Awyu, mereka menggugat kasasi tiga perusa­haan sawit yang beroperasi di Boven Digoel, yakni PT Indo Asiana Lestari (IAL), terkait izin kelayakan lingkungan hidup seluas 36.094 hektare yang dike­luarkan Pemerintah. Kemudian PT Kartika Cipta Pratama dan PT Megakarya Jaya Raya.

Sementara Suku Moi, mengajukan gugatan kepada PT Sorong Agro Sawitindo (SAS) atas 18.160 hektare hutan adat untuk perkebunan sawit. PT SAS sebelumnya memegang konsesi seluas 40 ribu hektare di Sorong.

Baca juga : Indonesia-Korsel Garap Proyek Perubahan Iklim

Namun pada 2022, Pemerintah Pusat mencabut izin pelepasan kawasan hutan PT SAS, disusul dengan pencabutan izin usaha. Masalah hutan adat tersebut kini masuk di PTUN Jakarta.

Robert menilai, banyak seng­keta hukum antara masyarakat adat di Papua dan pelaku usaha di perkebunan lantaran sama sekali tidak melibatkan masyarakat adat. Padahal, seluruh tanah di Papua itu, ada pemiliknya, mas­yarakat adat di sana. Hak mas­yarakat adat Papua tidak hanya dilindungi oleh undang-undang yang berlaku di Indonesia, tapi juga oleh hukum internasional.

“Bagaimana seorang dari Jakarta, mungkin pemiliknya nggak pernah tinggal di Jakarta, mungkin di Singapura, Hong Kong, bisa mengklaim ribuan hektare tanah adat masyarakat yang hidupnya sengsara di ping­gir hutan itu,” tegasnya.

Baca juga : Hewan Kurban Di Jakarta Sehat Dan Layak Konsumsi

Untuk itu, dia mendesak Peme­rintah mengambil sikap atas sengketa lahan antara masyarakat adat Papua dengan pelaku usaha perkebunan. Apalagi masyarakat adat di Papua, sama sekali ti­dak mengetahui jika hutan adat mereka akan dialihfungsikaan menjadi lahan perkebunan sawit.

“Jadi jangan hanya melihat substansi hukumnya, tapi juga lihat sosial dan politiknya dan bagaimana penghargaan kepada masyarakat adat di Papua yang ada. Mereka turun-temurun ting­gal di situ, namun tiba-tiba hutan mereka puluhan ribu hektare dibongkar begitu saja tanpa hak yang jelas,” wantinya.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.