Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
- Pertamina Hulu Energi OSES Lepas Liar 6.502 Ekor Tukik Di Pulau Seribu
- Kadin Dorong UMKM Naik Kelas Hingga Mampu Tembus Pasar Global
- Hore, Ada Penambahan Produksi Gas Dari EMP Bentu Dari Proyek BCP Seng
- Kemenkominfo Sampaikan Perkembangan Pembangunan IKN Kepada Masyarakat Manado
- Laba Bersih Tembus 43 Miliar, GMFI Catatkan Kinerja Moncer Di Kuartal l 2024
Tanah Adat Papua Diserobot Pengusaha
Warga Sulit Cari Keadilan
Jumat, 7 Juni 2024 07:15 WIB
RM.id Rakyat Merdeka - Anggota Komisi X DPR Robert J Kardinal menyesalkan masih sulitnya bagi masyarakat Papua mencari keadilan atas tanahnya. Walhasil, tak sedikit warga Papua terpaksa harus ke Jakarta hanya untuk menjemput keadilan.
Robert mengatakan, masyarakat adat di Boven Digoel dan Kabupaten Sorong bersusah payah sampai ke Jakarta hanya untuk mencari keadilan.
“Berapa ribu kilometer yang harus mereka tempuh untuk menjemput keadilan,” kata dia menyikapi aksi demonstrasi puluhan masyarakat adat Papua, suku Awyu di Boven Digoel dan suku Moi di gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta Pusat, pekan lalu.
Baca juga : Harga Beras Biasanya Naik Jelang Idul Adha
Lewat aksi damai di depan kantor para wakil Tuhan ini, mereka berharap MA menjatuhkan putusan hukum yang dapat melindungi hutan adat mereka. Masyarakat adat ini tengah terlibat gugatan lantaran tanah adat mereka diserobot sejumlah perusahaan sawit asal Jakarta. Gugatan kedua suku ini kini telah sampai tahap kasasi di MA.
Khusus Suku Awyu, mereka menggugat kasasi tiga perusahaan sawit yang beroperasi di Boven Digoel, yakni PT Indo Asiana Lestari (IAL), terkait izin kelayakan lingkungan hidup seluas 36.094 hektare yang dikeluarkan Pemerintah. Kemudian PT Kartika Cipta Pratama dan PT Megakarya Jaya Raya.
Sementara Suku Moi, mengajukan gugatan kepada PT Sorong Agro Sawitindo (SAS) atas 18.160 hektare hutan adat untuk perkebunan sawit. PT SAS sebelumnya memegang konsesi seluas 40 ribu hektare di Sorong.
Baca juga : Indonesia-Korsel Garap Proyek Perubahan Iklim
Namun pada 2022, Pemerintah Pusat mencabut izin pelepasan kawasan hutan PT SAS, disusul dengan pencabutan izin usaha. Masalah hutan adat tersebut kini masuk di PTUN Jakarta.
Robert menilai, banyak sengketa hukum antara masyarakat adat di Papua dan pelaku usaha di perkebunan lantaran sama sekali tidak melibatkan masyarakat adat. Padahal, seluruh tanah di Papua itu, ada pemiliknya, masyarakat adat di sana. Hak masyarakat adat Papua tidak hanya dilindungi oleh undang-undang yang berlaku di Indonesia, tapi juga oleh hukum internasional.
“Bagaimana seorang dari Jakarta, mungkin pemiliknya nggak pernah tinggal di Jakarta, mungkin di Singapura, Hong Kong, bisa mengklaim ribuan hektare tanah adat masyarakat yang hidupnya sengsara di pinggir hutan itu,” tegasnya.
Baca juga : Hewan Kurban Di Jakarta Sehat Dan Layak Konsumsi
Untuk itu, dia mendesak Pemerintah mengambil sikap atas sengketa lahan antara masyarakat adat Papua dengan pelaku usaha perkebunan. Apalagi masyarakat adat di Papua, sama sekali tidak mengetahui jika hutan adat mereka akan dialihfungsikaan menjadi lahan perkebunan sawit.
“Jadi jangan hanya melihat substansi hukumnya, tapi juga lihat sosial dan politiknya dan bagaimana penghargaan kepada masyarakat adat di Papua yang ada. Mereka turun-temurun tinggal di situ, namun tiba-tiba hutan mereka puluhan ribu hektare dibongkar begitu saja tanpa hak yang jelas,” wantinya.
Selanjutnya
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya