Dark/Light Mode

Lari Bareng Di Trek Lurus

Kamis, 9 Juni 2022 06:36 WIB
SUPRATMAN
SUPRATMAN

 Sebelumnya 
Di Olimpiade Berlin, pelari Afro-Amerika, Jesse Owens berhasil meraih empat medali emas. Dia bangga karena berhasil meruntuhkan teori supremasi ras Arya. Hitler menolak bersalaman dengannya.

Tapi apa yang terjadi ketika dia pulang ke AS dengan membawa prestasi spektakuler itu?

Baca juga : Menunggu Pilihan Di Bulan Juni

“Setelah cerita mengenai penolakan Hitler itu, saya kembali ke negara saya dan saya tetap saja tidak bisa duduk di bagian depan bus,” kata Owens mengingatkan kuatnya cengkeraman diskriminasi.

Pesta untuk merayakan keberhasilan itu, juga digelar. Namun, ironis, seperti dikisahkan Owens, dia diharuskan menggunakan lift yang berbeda dengan lift tamu, yang dikhususkan bagi orang berkulit putih. Presiden Franklin Roosevelt juga tidak memberinya selamat atau mengundangnya ke Gedung Putih.

Baca juga : 2024, Gen X Pegang Kendali?

Bagaimana menyikapi “olahraga dan politik” yang melibatkan Hitler, Nazi, Owens, dan Roosevelt tersebut? Tergantung Anda.

Lalu bagaimana di Indonesia? Di Indonesia, ada pejabat yang ingin meraih posisi politik menggunakan olahraga. Misalnya menjadi ketua umum. Tapi, di sisi lain, olahraga juga “memaksa” pejabat untuk masuk. Salah satu alasannya: supaya mudah mendapat dana.

Baca juga : Pancasila 42 Tahun Kemudian

Di arena olahraga, Indonesia perlu berlari di trek yang benar. Supaya tidak tersesat di jalan yang lurus. Olahraga menjadi sarana pemersatu, bukan pemecah belah. Supaya tidak teradu domba. Supaya tetap sehat, berlari marathon, bareng-bareng. Untuk Indonesia.(*)

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.