Dark/Light Mode

Kawah Kamojang dan Gunung Papandayan Jadi Tempat Wisata

Awas, Bencana Ekologis Menghantui Jawa Barat

Sabtu, 9 Maret 2019 09:02 WIB
Aliansi Cagar Alam Jawa Barat mengadakan konferensi Pers Penolakan SK 25/MENLHK/SETJEN/PLA2/1/2018/ Penurunan Status Cagar Alam Kamojang dan Papandayan Menjadi Taman Wisata Alam. (Foto : Pasjabar).
Aliansi Cagar Alam Jawa Barat mengadakan konferensi Pers Penolakan SK 25/MENLHK/SETJEN/PLA2/1/2018/ Penurunan Status Cagar Alam Kamojang dan Papandayan Menjadi Taman Wisata Alam. (Foto : Pasjabar).

 Sebelumnya 
Alasannya, jika kawasan itu rusak maka potensi bencana ekologis, seperti banjir dan banjir bandang, di Jawa Barat bakal meningkat. “Kawasan cagar alam ini juga rentan dengan pergerakan tanah yang merupakan sumber bencana bumi gempa tektonik,” sambungnya.

Selain itu, penurunan status kawasan itu juga tidak mengacu pada Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) provinsi dan kabupaten/kota.

“Wilayah Bandung Selatan ini adalah benteng terakhir wilayah konservasi lingkungan dan wilayah tangkapan air untuk Bandung dan sekitarnya, wilayah Bandung Utara sudah jadi hutan beton,” tegasnya.

Baca juga : Petambak Garam Galau

Ketua Forum Komunikasi Pecinta Alam (FKPA) Bandung, Yudi Nurman Fauzi mengaku kaget dengan terbitnya SK Menteri LHK soal penurunan status kawasan Kamojang dan Papandayan. Padahal sejak 2007 pihaknya sudah berjuang menolak pengrusakan hutan di kawasan tersebut. “Kerusakan ini disebabkan oleh ramainya pemotor trail dan pendaki gunung,” katanya.

Menurut Yudi, penurunan status kawasan untuk proyek listrik geotermal tidak beralasan. Terlebih Jawa Barat sudah surplus energi listrik. Disaat yang bersamaan, di wilayah Garut ekspansi bisnis pariwisata semakin masif.

Dia menerangkan, di Kamojang terdapat Danau Ciharus yang merupakan danau purba dan penyuplai utama air Sungai Citarum. Macan tutul Jawa diperkirakan masih hidup di wilayah tersebut. Di wilayah sekitar Kamojang yang sudah diekploitasi, hujan deras 45 menit sudah bisa bikin banjir.

Baca juga : Masyarakat Nggak Ada Pilihan, Balik Lagi Naik Bus

Untuk itu, pihaknya menekankan agar kawasan cagar alam harus dijaga. “Mau masuk kawasan cagar alam itu harusnya izin dulu, tapi di Kamojang, sejak 2014, ribuan motor trail masuk tidak terkendali,” ungkapnya.

Yudi menegaskan, yang harus dilakukan saat ini adalah restorasi kawasan hutan. Salah satunya, dengan menutup kawasan tersebut sebagaimana pernah dilakukan di kawasan Gunung Gede Pangrango.

Perwakilan dari Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) Jakarta, Dicky Wijaya mengatakan, para pecinta alam yang akan memasuki kawasan konservasi harus mengantongi izin dulu. Mereka juga harus memiliki tujuan yang jelas.

Baca juga : Yusril Bersedia Jadi Kuasa Hukum Warga Kampung Japat

“Kita di Mapala melakukan ekspedisi, pemetaan kontur, dan meneliti vegetasi, beda dengan pendaki biasa,” ujarnya.

Berkaca pada yang sudah-sudah, jika kawasan konservasi dibuka untuk umum maka dipastikan akan menjadi komersil. Misalnya di Gunung Rinjani, naik gunung saja dikenakan tiket yang berbeda untuk turis asing dan warga lokal. Sementara kerusakan lingkungan tidak diperhatikan.

“Di beberapa kawasan hutan di Jawa Barat mulai sering ada kegiatan mobil offroad 4x4, mereka bahkan sudah buka jalur offroad di mana membuka cakupan kerusakan lingkungan terus meluas, Di Gunung Kencana, Bogor, kegiatan motor trail sudah sangat merusak, untuk ini kami sudah melayangkan protes,” imbuhnya. [OSP

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.