Dark/Light Mode

Tunggu Hasil Pilpres AS, Seluruh Dunia Menahan Napas

Kamis, 5 November 2020 11:23 WIB
Sejumlah massa anti Trump menuntut setiap suara Pemilihan Presiden AS tak boleh terlewatkan dalam proses penghitungan. [Foto: John Minchillo, Associated Press]
Sejumlah massa anti Trump menuntut setiap suara Pemilihan Presiden AS tak boleh terlewatkan dalam proses penghitungan. [Foto: John Minchillo, Associated Press]

 Sebelumnya 
Sementara itu, di Twitter, tagar #Trump, #Biden, dan #USElections2020 menjadi tren dari Rusia, Pakistan, Malaysia, Kenya, seluruh Eropa dan Amerika Latin. Setidaknya ini menunjukkan, setiap sudut dunia turut menantikan, siapa yang bakal jadi Presiden AS berikutnya.

Di Rusia -yang selama ini dituduh oleh badan intelijen AS mencoba ikut campur dalam Pemilu AS, tak ada pernyataan resmi. Tetapi anggota parlemen pendukung pemerintah Rusia, Vyacheslav Nikonov, menyarankan rakyat Rusia membeli popcorn yang banyak, demi menonton hasil akhir Pilpres AS ini. Dia malah memprediksi, rakyat AS bakal terpecah.

Nikonov adalah cucu dari Vyacheslav Molotov, tokoh Partai Bolshevik dan Menteri Luar Negeri Soviet di bawah Joseph Stalin antara 1939 hingga 1956. Stalin sendiri adalah pemimpin Uni Soviet sejak pertengahan 1920-an hingga 1953.

Baca juga : Deg-degan Hasil Pilpres AS, Rupiah Diramal Melemah Tipis

Saat Trump memenangkan Pilpres AS pada 2016 lalu, dia termasuk salah satu politisi yang turut menyambut kemenangan Trump melalui akun Facebook-nya.

"Hasil pemilu adalah hasil terburuk bagi Amerika. Siapapun yang (karena sengketa, lalu) memenangkan sengketa hukum, setengah dari rakyat Amerika tidak akan menganggapnya sebagai presiden yang sah. Mari siapkan popcorn yang banyak," sindirnya.

Di Australia, juga banyak warga yang menonton proses penghitungan suara Pilpres AS ini, sambil menikmati bir di bar Amerika di Sydney. "Beritanya jauh lebih menarik kalau Trump yang menang. Kurang menarik jika Trump kalah," kata Glen Roberts, seorang warga dengan topi baseball merah bertulis 'Make Europe Great Again', plesetan dari topi merah yang biasa dikenakan Trump bertuliskan 'Make America Great Again'.

Baca juga : Pilpres AS Bikin Rupiah Makin Perkasa

Warga Sydney lainnya, Luke Heinrich bahkan menilai, hasi Pilpres AS bisa berpengaruh ke seluruh dunia. "Yang terjadi di sana (AS) sangat penting untuk empat tahun ke depan di sini (Australia)," nilainya.

Di tempat terpisah, Direktur Eksekutif Human Rights Watch, Kenneth Roth, mengkritik deklarasi kemenangan Trump yang terlalu dini sebagai hal yang berbahaya. "Para tokoh otoriter mungkin sangat senang merusak demokrasi di Amerika Serikat dengan menyambut deklarasi kemenangan yang prematur," katanya.

Roth mengingatkan pentingnya menunggu, hingga setiap suara dihitung sampai selesai. Apalagi, jumlah pemilih di Pilpres kali ini sangat tinggi, meski di tengah ganasnya pandemi Covid-19.

Baca juga : IPB Apresiasi Satu Tahun Kinerja Mentan SYL

Reaksi juga muncul di China, yang saat ini mengalami masalah hubungan diplomatik dengan AS. Para pengguna media sosial Negeri Tembok Raksasa itu ramai mengejek kegagalan sistem Pemilu AS, karena tak mampu memberikan hasil yang cepat dan jelas.

“Menang atau kalah, misi terakhirnya adalah menghancurkan penampilan demokrasi Amerika. Biarian aja Trump terpilih lagi dan membawa AS makin jeblok,” tulis seorang pengguna di platform Weibo, “Twitter” versi China.

Di Nigeria, seorang politisi terkemuka, Senator Shehu Sani, berkomentar, ketidakpastian hasil Pilpres AS saat ini mengingatkan pada kondisi yang sama di Afrika. “Afrika dulu belajar demokrasi Amerika. Amerika sekarang belajar demokrasi Afrika,” twit-nya ke 1,6 juta pengikut. [RUS]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.