Dark/Light Mode

Menggagas Fikih Siyasah Indonesia

Antara Otoritas Agama Dan Otoritas Politik

Selasa, 13 Juni 2023 05:45 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Nabi Muhammad SAW sebagai teladan umat memiliki beberapa otoritas dan kapa­sitas.

Nabi memiliki otoritas se­bagai pemimpin agama tak terbantahkan, karena memang secara tegas telah dilantik se­bagai Nabi dan Rasul.

Ia tampil sebagai pemimpin sekaligus sebagai model umat Islam dengan directions langsung dari Tuhan berupa wahyu.

“Dan tiadalah yang diucap­kan menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapan itu tiada lain hanyalah wahyu yang di­wahyukan kepadanya. Yang diajarkan kepadanya oleh (Ji­bril) yang sangat kuat” (Q.S. al-Najm/53:2-5).

Baca juga : NKRI Sebagai Sebuah Model (3)

Yang sering menjadi perde­batan ialah kapasitasnya sebagai “Kepala Pemerintahan” di Madinah saat itu.

Apakah kebijakan politiknya bagian dari otoritasnya sebagai Nabi dan Rasul, atau hanya dirinya sebagai pribadi yang mendapatkan dukungan restu dari masyarakat, bukannya otoritas langit.

Dengan kata lain, apakah kebijakan dan instruksi poli­tiknya mempunyai otoritas religi yang sakral sehingga juga harus diwariskan kepada segenap generasi sesudahnya? Atau hanya ijtihad pribadi yang bersifat profan?

Dalam lintasan sejarah dunia politik Islam, umat terkadang sulit membedakan antara aja­ran yang sakral dan ajaran bersifat profan.

Baca juga : NKRI Sebagai Sebuah Model (2)

Ada di antara umat Islam tidak memilah-milah kapa­sitas Nabi sebagai Kepala Negara atau Kepala Pemerin­tahan dengan dirinya sebagai seorang Nabi dan Rasul meru­pakan satu kesatuan yang tak terpisahkan.

Mengingkari salah satu­nya berakibat munculnya pelanggaran ajaran. Konsekuensinya kebijakan politik kon­temporer Nabi pada saatnya harus menjadi “sunnah” yang mengikat bagi umat Islam secara keseluruhan.

Pendapat ini banyak diikuti oleh kelompok ahli tekstual (ahl al-dhahiri).

Pendapat lainnya lebih tegas memberikan pemilahan antara diri Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul.

Baca juga : NKRI Sebagai Sebuah Model (1)

Bagi kelompok ini, tidak ada keharusan untuk mengikuti kebijakan Nabi yang bersifat politik kontemporer.

Apalagi jika konteks kebi­jakan itu sudah jauh berbeda dengan konteks yang terjadi pada zaman Nabi Muhammad SAW.

Pendapat ini banyak diikuti oleh kalangan ulama moderat seperti komunitas Ahlu Sunnah wal Jama’ah.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.