Dark/Light Mode

Praktisi Dorong Penegak Hukum Tuntut Koruptor Dengan Hukuman Maksimal

Selasa, 4 Juni 2024 19:10 WIB
Foto: Ist.
Foto: Ist.

RM.id  Rakyat Merdeka - Sebagai upaya menekan angka perilaku korupsi dari oknum-oknum di Kementerian/Lembaga negara, para pelakunya harus dijatuhi hukuman yang berat agar dapat menimbulkan efek jera.

Harapan itu disampaikan Praktisi Hukum Kamaluddin Pane. Menurutnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung (Kejagung), Kejaksaan Tinggi maupun Kejaksaan Negeri, yang menangani kasus-kasus korupsi, harus mengajukan tuntutan maksimum kepada para koruptor.

Kata pria yang akrab disapa Kamal ini, produk hukum di era pemerintahan mendatang harus ada perubahan yang radikal pada pola penuntutan.

Tujuannya, tak lain agar bahaya laten korupsi bisa ditekan bahkan dihilangkan.

“Perubahan pola itu, dimaksudkan untuk menimbulkan efek jera bagi para pelaku dengan menggunakan instrumen hukum yang tersedia sebagaimana diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” ujar Kamal dalam keterangannya, Selasa (4/5/2024).

Baca juga : Persis: Ibadah Haji Panggilan Allah, Jangan Kotori dengan Penyalahgunaan Visa

Menurutnya, selama ini ada banyak variabel yang menyebabkan sulitnya menurunkan angka korupsi di Indonesia.

Di antaranya sistem penggunaan pengadaan barang jasa masih manual menimbulkan celah yang dimanfaatkan oknum tertentu.

Serta, penyitaan aset hasil korupsi yang belum terakomodasi secara sempurna dalam Undang-Undang.

Selain itu, lanjut Kamal, mental ingin kaya secara mudah, termasuk juga pola penuntutan Jaksa KPK yang menurutnya cenderung lunak pada pelaku korupsi.

Sehingga, tidak ada efek jera. Kamal menerangkan, tuntutan untuk pelanggaran pada Pasal 12 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi misalnya, sudah ada batasan minimum 4 tahun dan maksimum 20 tahun penjara.

Baca juga : 4 Buku Karya Pengacara Dr. Endang Kudu Baca Nih

Sayangnya, dalam praktiknya sering kali jaksa tidak menuntut maksimal, sehingga putusan hakim pun menjadi kurang berat.

“Hanya menjadi tinggi tuntutannya saat terdakwa mencoba melawan atau tidak mengakui perbuatannya, maka jaksa KPK menuntut dengan hukuman yang lebih tinggi. Hemat saya, pola penuntutan ini harus diubah, sekalipun para pelaku korupsi kooperatif atau mengakui perbuatannya dan mengembalikan kerugian keuangan negara, harus dituntut lebih tinggi,” harapnya.

Menurut Kamal, pada dasarnya setiap perbuatan korupsi dari aspek hukumannya memungkinkan diberikan hukuman yang tinggi.

Mengingat pasalnya sudah mengakomodasi hal itu. Seandainya tuntutan berat minimal di angka sepuluh tahun, atau lima belas tahun, maka seseorang akan berpikir ulang melakukan pelanggaran pasal 12 atau pasal lain karena sanksi hukuman yang berat.

Dengan demikian, Kamal mendorong ke depan di bawah kepemimpinan Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka, pola penuntutan yang tinggi harus dilakukan Kejaksaan.

Baca juga : SPI Ciptakan Kesadaran Risiko Dan Pencegahan Korupsi Di Pemerintahan

Terutama, terkait perkara korupsi. Tujuannya adalah memberi efek jera dan pencegahan bagi penyelenggara negara agar tidak korupsi.

“Selain itu, Pemerintah berikutnya bersama DPR RI harus segera merealisasikan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset menjadi Undang-Undang sebagai upaya menekan tingginya angka korupsi di Indonesia,” pungkasnya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.