Dark/Light Mode

Bayu Krisnamurthi, Ekonom IPB

Kemiskinan Bukan Hanya Soal Angka

Rabu, 24 Juni 2020 06:13 WIB
Ekonom IPB Bayu Krisnamurthi (Foto: tangkapan layar)
Ekonom IPB Bayu Krisnamurthi (Foto: tangkapan layar)

RM.id  Rakyat Merdeka - Hamparan tanah dan lapangan tenis jadi pemandangan mengasyikkan saat dosen Agribisnis Institut Pertanian Bogor (IPB) Bayu Krisnamurthi menyapa sobat Rakyat Merdeka dalam acara “Ngopi Pagi” virtual yang disiarkan secara langsung di Facebook dan Youtube Rakyat Merdeka, kemarin. 

Pagi itu, mantan Wakil Menteri Pertanian ini baru selesai olahraga. Nampak bekas cucuran keringat terlihat di wajahnya.

"Posisi saya begini saja ya. Biar yang lain (yang lagi main tenis lapang) bisa terlihat," ucap Bayu kepada Direktur Rakyat Merdeka, Kiki Iswara yang menjadi host acara tersebut. “Silakan!” jawab wartawan senior Rakyat Merdeka Budi Rahman Hakim. Pemimpin Umum Rakyat Merdeka Ratna Susilowati, juga memberi kode membolehkan.

"Terima kasih undangannya dan mohon maaf saya lagi ada di lapangan tenis. Salah satu usaha untuk menghindari Covid-19 adalah harus fit dan berkeringat, katanya begitu," sambung Bayu.

Baca juga : Pulihkan Ekonomi, Inggris Mau Longgarkan Aturan Social Distancing

Bayu merupakan pakar ekonomi pertanian dan ekonomi pembangunan yang selama ini mengikuti perkembangan dan pertumbuhan ekonomi nasional. Dia tokoh IPB yang memerhatikan masyarakat kelas bawah, termasuk petani. 

Pagi itu acara “Ngopi Pagi” virtual membahas headline halaman utama Rakyat Merdeka soal semakin banyaknya warga miskin dan pengangguran akibat wabah corona. "Orang miskin 28 juta orang lagi, yang menganggur jadi 12 juta orang, daya beli rakyat hilang Rp 362 triliun," Kiki membacakan headline halaman utama Rakyat Merdeka.

Bayu enggan melihat fenomena ini sekadar bicara angka, tapi ada fakta yang mengalami kesulitan ini. Mungkin susah makan, tidak bisa pergi ke sekolah, tidak bisa menyembuhkan sakitnya di balik angka-angka 28 juta tersebut. 

"Kita cenderung sering berpikir pada saat bicara kemiskinan seolah-olah hanya statistik, padahal ini tidak," ulas Bayu.

Baca juga : Diperiksa KPK, Nurhadi Dan Menantunya Saling Bersaksi

Dalam pandangan Bayu, kalau hanya melihat statistik, tidak ada yang empati. Beda jika melihat fakta, akan tumbuh rasa empati. Empati itu langkah yang paling penting untuk mengatasi problem kemiskinan seperti saat ini. 

Kata dia, rakyat pun tidak boleh saling menyalahkan. Karena Covid-19 problem mendunia. Masalah yang dialami India lebih dari Indonesia. Penambahan jumlah kemiskinan di China kian besar. Korea ikut mencatatkan hal buruk dari gempuran pandemi. Negara sehebat Amerika Serikat pun ikut merasakan pahitnya corona. 

Strategi untuk mengatasi masalah ini bukan lagi berdebat apakah mau mendahulukan kesehatan atau kesejahteraan. Nggak bisa memisahkan elemen keduanya di saat wabah menyerang. 

"Mungkin kita buat lockdown terus risiko penyakitnya berkurang. Tapi, ada masalah-masalah kemiskinan, masalah kelaparan, masalah kesempatan kerja, dan lain-lain. Jadi, kita harus berpikir komprehensif," ungkap Bayu.

Baca juga : Kasus Kondensat, Eks Bos BP Migas Dan Anak Buahnya Dituntut 12 Tahun Penjara

Dia sudah berkali-kali menyampaikan ke Gugus Tugas Penanganan Covid-19 agar setiap konfrensi pers jangan melulu masalah kesehatan yang ditonjolkan. Sebab, masyarakat saat ini juga butuh solusi dari masalah kesejahteraan. 

"Jadi, tidak bisa lagi ngomong berapa jumlahnya dan mengulang-ulang masalah menggunakan masker atau cuci tangan. Tapi, kita butuh langkah-langkah yang sifatnya jauh lebih nyata," ucapnya. [UMM]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.