Dark/Light Mode

Eksklusif Dengan Prof Komaruddin Hidayat

Turki Saja Bosan Dengan Khilafah

Jumat, 20 November 2020 07:09 WIB
Mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof Komaruddin Hidayat (Foto: Tangkapan layar)
Mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof Komaruddin Hidayat (Foto: Tangkapan layar)

RM.id  Rakyat Merdeka - Beberapa gelintir orang di negeri ini, masih rajin “jualan” sistem khilafah yang pas dalam bernegara. Padahal, di negara-negara yang pernah menjadi pusat perkembangan Islam, sistem khilafah itu sudah nggak laku. Contoh, di Turki. Negara bekas pusat Kekhalifahan Utsmaniyah itu, sudah bosan mempraktekkan sistem khilafah.

Hal itu diungkap mantan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Komaruddin Hidayat, dalam "Obrolan Santuy" yang tayang di kanal YouTube Rakyat Merdeka TV, kemarin. Akademisi yang kini menjadi Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) ini, mengupas secara lugas topik obrolan, “Indonesia di Kancah Pertarungan Ekonomi Dan Ideologi Dunia”. Obrolan ini dipandu wartawan senior Rakyat Merdeka, Muhammad Rusmadi.

Komaruddin mengawali pembicaraan dengan membahas UIII, kampus yang kini dipimpinnya. Kampus yang digagas di era Presiden Jokowi periode pertama itu, berdiri di atas lahan seluas 143 hektare. Dekat Jakarta. Ada sejumlah alasan yang melatarbelakangi hadirnya kampus tersebut. "Indonesia kantong umat Islam terbesar di dunia. Tapi nggak punya kampus internasional," jelasnya.

Baca juga : Edukasi Kesehatan Pernafasan, Kalbe Luncurkan @Sepenuhnafas

Ia juga membandingkan beberapa negara Islam dengan skala ekonomi yang lebih kecil dari Indonesia, seperti Mesir, Yaman, Maroko, dan Turki. Negara-negara ini punya skema beasiswa untuk mahasiswa Indonesia. Sebaliknya, Indonesia tidak. Begitu pun dengan Indonesianis barat yang sangat mendambakan Indonesia punya kampus internasional.

Untuk dalam negeri, sambung Komaruddin, kampus ini diharapkan bisa menjadi hub para dosen, kiai, pondok pesantren, hingga antarumat agama. "Sehingga yang belajar di situ tidak sebatas Islam, tapi lintas agama, silakan di situ," terangnya.

Guru Besar Filsafat Agama ini kemudian membahas Turki. Dia paham betul kondisi keislaman Turki karena mengenyam pendidikan S2 dan S3 di negara yang kini dipimpin Recep Tayyip Erdogan tersebut. 

Baca juga : Dialog Dengan WNI Di Turki, Bamsoet Jelaskan Penanganan Covid-19 Hingga UU Ciptaker

"Turki dan keislaman itu, menyatu. Di sana, ongkos politik untuk menjaga persatuan, kesatuan, kebhinekaan itu, tidak ada," ujarnya, sembari membandingkannya dengan Indonesia. "Di sini, ongkos seperti itu kan mahal abis," sentilnya.

Ekspresi keislaman di Turki, terangnya, lebih rasional. Demikian juga dengan perkembangan sains dan politiknya. "Karena di sana itu tidak ada partai agama. Jadi, agama itu disampaikan secara saintifik atau pribadi-pribadi," imbuh Komaruddin. "Islam sebagai nilai, tapi pranatanya rasional," sambungnya.

Soal geopolitik, Turki juga tahu betul posisinya yang strategis. Negara eks Kekaisaran Ottoman itu pintar memainkan keseimbangan antara kekuatan barat, blok timur, Arab, Eropa, juga Asia Tengah. Sehingga, jika Turki dipersulit di Eropa, pasar mereka dengan mudah beralih ke Asia Tengah. Yang juga meliputi Timur tengah. 

Baca juga : Eks Komisaris Trimegah Diduga Ikut Bujuk Beli Saham Perusahaan Benny Tjokro

"Turki itu pintar memanfaatkan superpower. Kita harusnya juga seperti itu. Ada Amerika, ada China. Bagaimana Indonesia mengambil manfaat dari keduanya. Karena keduanya butuh Indonesia," saran Komaruddin.

Soal keinginan beberapa pihak menerapkan sistem khilafah di sini, Komaruddin menyatakan, sah-sah saja. Tapi, mereka harus sadar, sistem tersebut sekarang sudah nggak laku. 
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.